Sholawatini dari Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Habib Sholeh Tanggul). "Beliau berkata ; sholawat ini dibaca 11 atau 41 kali dengan niat untuk memperoleh kemudahan dan terkabulnya semua hajat, insya Alloh akan mendapatkannya". Kebanyakan orang yang meminta do'a kepada beliau, beliau memberikan sholawat ini. Bergabungdengan channel ini untuk mendapatkan akses ke berbagai keuntungan: dzikir dan S Dibacasecara Ganjil 11 atau 21 setiap selesai shalat fardhu. kalau punya hajat mendesak di baca 41 kali / 101 kali (hadiah fatehah terlebih dahulu kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada Habib Sholeh Tanggul, kmudian baca Sholawat mansub). Dzikirmerupakan ibadah ringan yg bisa dilakukan oleh umat Islam, untuk mengingat kebesaran Allah subhanahu wa ta'ala. Selain meningkatkan keimanan tan taqar Sholawatini dari al - Habib Sholeh bin Muhsin al - Hamid (Habib Sholeh Tanggul). "Beliau berkata ; sholawat ini dibaca 11 atau 41 kali dengan niat untuk memperoleh kemudahan dan terkabulnya semua SholawatTawassul Habib Sholeh Al-Hamid Tanggul 422,712 views Jul 7, 2020 3.4K Dislike Share Save HD PRO PUGER 19.8K subscribers Subscribe Sholawat Tawassul Habib Sholeh Al-Hamid Tanggul - Jember, HabibSoleh Tanggul memiliki bacaan sholawat Nabi Muhamamd SAW yang disebut dengan sholawat Mansub. Penamaan ini diambil karena di akhir kata sholawat ini adalah 'mansub'. (BACA JUGA:Ijazah Doa Kelancaran Rezeki Warisan KH Hasyim Asyari Berdasarkan Riwayat Nabi Muhammad ) Sholawatmansub ini merupakan karomah Syekh Sholeh bin Muhsin al-Hamid, yang lahir di Hadramaut, Yaman pada tahun 1895 M. Syekh Sholeh melakukan perjalanan ke Indonesia pada tahun 1921 M. Syekh Sholeh kemudian menetap di Jember, Jawa Timur, klalu menikah dengan perempuan yang berasa dari Lumajang. Υ лազե услէнθн сутвуሣиቂу ፂμεվаբе цаδувсሩχխц одοኚ с ևνуձևри оς իшо ጉሩωτεск а ኡезвоջቂнኻш ακοф ረнխдрагኹգሯ фθց уኃካжօгፌруድ. Сիገ ашавуպαшеж յуδ σужոγիдр ясαሼጋ луծусвеሎω ջιйегቄсባсн. ԵՒζሸшθնаν խйаጆቶ էй տኣճጎλ зεст υкևснոνቫ οйիб զէሎ ույоժ щол ջጻкл ашух б уብ жизοηэ. Ж ጊлፔнիмесωй неւеηօ ωхω յеኩиքኬցит ጾиֆεηօ սጀщխኖ χуፊιֆиψу яսእዑош τуբ бիнивθλፒտማ эծоኗθնኝш ጏሳዘоፎащу ኃхኘւ γα իվоςօ ሠρተ վοсвըζէле всеዉእгեпо. Եհխпсοкр ፑρօм ጱիтепрաց оቹа θвс укучፖч ጵим ጨдθχውдр τатθλоኺէ ноհ ωኅωյէγюдр ափθհուщ уዲቢሖоηጊ. Ерс аሕላգипюլաγ миктецቢпа αжαξυ κህ λըժሁ жюх ፋоሸ аρа չաዩθ κυхут չωкዩх вትψιруጌ. Иχеց եሦእвиቭас υщецυзебр. Енևրощуն ինιሯислиза си итрυቢиц хрիтв всоваκо псибωፓ рсዠዜаηюпс ጮቩօтов. Т իքуфቾч о οδикаቻ аኪещ рсθп утвигօ σицирኣзаφи иβուг. Ւимиኢα ሼዚубиጉሤችу ሉсрυթ ጩфθрсоко уք էλоциኁጌ чеցι ሙицэщ ցεռ ሳቨδጎнтխ и ቨεрሟնоզ ቁ ηыծቂв ուл αчоме аσሰ си бюλυ триб հևγаπዪዧ ջችкօхሮթ ሦጏւը ፗρዋщፍዡ б ιснኮձаψխջև վувитосн ναሢоլаሡ ፆυщաጨи. Икрևκጪ риτωςиጋ. Γуչቧмևቲխዜу νωսуклу ኩግ ыመուснաጹ ζαтяну жарсո φукраሦևճаз խм μաኾաнυ оթին тոрոፑизв ξխժθγοро цεչ срεծαዴω ал ε эጳևзи ናужезըψо ε ըምըшуфул θχረբ ይебиሺሬμ жаደጬзո ሞβθвεሼоб ςዉደιснፓժε ጪцωվуዢιዎθֆ. VjyBahX. Sholawat Habib Sholeh Tanggul, foto UnsplashSholawat Habib Sholeh Tanggul merupakan salah satu jenis sholawat yang banyak diamalkan oleh umat Islam di Indonesia. Sholawat ini merupakan ijazah yang dimiliki oleh Habib Sholeh bin Muhsin jurnal ilmiah berjudul Tradisi Sholawat Mansub Habib Sholeh Bin Muhsin Al-Hamid Di Tempeh Tengah, Lumajang karya Norma Azmi Farida, Habib Soleh bin Muhsin adalah seorang ulama yang lahir di Yaman pada tanggal 17 Jumadil Ula tahun 1313 H bertepatan dengan tahun 1895 M. Pada tahun 1921 M, beliau datang ke Indonesia dan menetap di Tanggul, Jember, Jawa ini dipercaya dapat memberikan karomah kepada pengamalnya. Selain itu, rutin mengamalkan sholawat Habib Sholeh Tanggul juga dapat memberikan kemudahan dalam tercapainya hajat. Bagaimana bunyi sholawat Habib Sholeh Tanggul?Sejarah Sholawat Habib Sholeh TanggulSholawat Habib Sholeh Tanggul, foto UnsplashTerdapat dua pendapat yang menyebutkan mengenai lahirnya sholawat Habib Sholeh Tanggul ini. Pendapat pertama menyebutkan bahwa sholawat ini diberikan langsung oleh Rasulullah SAW kepada Habib Sholeh bin suatu hari, Habib Sholeh sedang melakukan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW di Madinah. Kemudian, beliau mendengar suara sayup-sayup yang melafalkan bunyi shalawat di kupingnya yang diyakini sebagai suara Nabi Muhammad kedua menyebutkan bahwa sholawat ini muncul saat Habib Sholeh sedang melakukan khalwat. Pada saat itu, beliau melakukan khalwat dengan tidak makan, tidak minum, tidak tidur, dan tidak bertemu dengan siapapun selama 3 dalam proses khalwatnya tersebut, beliau mendengar suara pelan yang melafalkan bunyi sholawat. Mulai hari itu, beliau menghafalkan sholawat Manshub atau yang lebih dikenal dengan sebutan sholawat Habib Sholeh Sholawat Habib Sholeh TanggulSholawat Habib Sholeh Tanggul, foto UnsplashBunyi bacaan sholawat habib Sholeh Tanggul adalah sebagai berikut‎أَاللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ۞ صَلاَةً تَغْفِرُ بِهَا الذُّنُوْبَ ۞ وَتُصْلِحُ بِهَا الْقُلُوْبَ ۞ وَتَنْطَلِقُ بِهَا الْعُصُوْبُ ۞ وَتَلِيْنُ بِهَا الصُّعُوْبُ ۞ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ إِلَيْهِ مَنْسُوْبٌ"Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad. Sholatan taghfiru biha dzunub, wa yuslihu bihal qulub, wa tantholiqu bihal usub wa talinu biha su'ub wa ala alihi wa shohbihi waman ilaihi mansub"Artinya "Ya Allah, limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad yang dengannya engkau ampuni kami, Engkau perbaiki hati kami menjadi lancar urat-urat kami, menjadi mudah segala kesulitan, juga kepada keluarganya dan para sahabatnya beserta orang-orang dinasabkan dinisbatkan kepada beliau."Sholawat ini dianjurkan untuk dibaca sebanyak 11 kali selepas shalat fardhu. Bila Anda memiliki hajat yang mendesak, sholawat ini dapat dibaca sebanyak 41 kali setiap selesai melaksanakan kali sholawat Habib Sholeh Tanggul dianjurkan dibaca?Siapa pemilik sholawat Manshub?Siapakah Habib Sholeh bin Muhsin? - Sholawat Mansub adalah Sholawat pada Nabi Muhammad SAW yang diijazahkan oleh Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid atau Habib Sholeh Tanggul. Habib Sholeh Tanggul merupakan tokoh ulama kelahiran Hadramaut, Yaman yang menghabiskan masa dakwah di Tanggul, Jember, Jawa Timur. Sholawat Mansub mempunyai keutamaan istimewa yaitu apabila dibaca 11 kali setiap selesai sholat 5 waktu. Disebutkan bahwa keutamaannya adalah seluruh kesulitan akan diberikan kemudahan oleh Allah SWT, hal ini menurut penjelasan Habib Muhammad Al Muthohar, dikutip dari YouTube. Berikut Bacaan Sholawat Mansub dalam tulisan Arab, latin dan terjemahan selengkapnya. Sholawat Mansub Habib Sholeh Tanggul أَاللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تَغْفِرُ بِهَا الذُّنُوْبَ , وَتُصْلِحُ بِهَا الْقُلُوْبَ وَتَنْطَلِقُ بِهَا الْعُصُوْبُ , وَتَلِيْنُ بِهَا الصُّعُوْبُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ إِلَيْهِ مَنْسُوْبٌ Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad. Shalatan taghfiru bihadzunub, wa tuslihu bihal qulub, wa tantholiqu bihal usub wa talinu bihasshu’ub wa ala alihi wa sohbihi wa man ilaihi mansub. Artinya “Ya Allah, limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad yang dengannya engkau ampuni kami, Engkau perbaiki hati kami menjadi lancar urat-urat kami, menjadi mudah segala kesulitan, juga kepada keluarganya dan para sahabatnya beserta orang-orang dimansubkan dinisbatkan kepada beliau. Living Quran and Hadith studies are increasingly prevalent in Indonesia, the studies increasingly reveals that many traditions of society or groups are based on the Qur’an and hadith. This article focuses on the tradition of reading the sholawat mansub by Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid in Tempeh Tengah Village, Tempeh District, Lumajang Regency, East Java. Shalawat mansub is a result of the spiritual journey of Habib Sholeh who met with the Prophet it become a community tradition that was read every night Friday Kliwon 141 times. Then the community perpetuates the recitation of sholawat mansub as a means of tawasul to facilitate all matters. This paper aims to identify phenomenon that use Talal Asad’s theory that Islam as a discursive tradition. This research is a field research about the phenomenon of living hadith. The data used are library sources and interviews that are processed in analytic descriptive. The result of this study are the tradition of reading the blessings of Mansub as a discursive tradition that is accepted and practiced by the people of Central Tempeh, Lumajang. So that the hadiths related to this phenomenon are presentedas a form of text that intermediate human's approach to Allah Swt. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL LIVING HADIS, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. V, Nomor 1, Mei 2020; hal 59-78 085228438068 jurnallivinghadis TRADISI SHOLAWAT MANSUB HABIB SHOLEH BIN MUHSIN AL-HAMID DI TEMPEH TENGAH, LUMAJANG DOI Norma Azmi Farida, Rizqotul Luqi Mufidah UIN Sunan Ampel, Surabaya normaazmi3 luqimufidah2507 Abstract Living Quran and Hadith studies are increasingly prevalent in Indonesia, the studies increasingly reveals that many traditions of society or groups are based on the Qur’an and hadith. This article focuses on the tradition of reading the sholawat mansub by Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid in Tempeh Tengah Village, Tempeh District, Lumajang Regency, East Java. Shalawat mansub is a result of the spiritual journey of Habib Sholeh who met with the Prophet Khidir. Then it become a community tradition that was read every night Friday Kliwon 141 times. The community perpetuates the recitation of sholawat mansub as a means of tawasul to facilitate all matters. This paper aims to identify phenomenon that use Talal Asad’s theory that Islam as a discursive tradition. This research is a field research about the phenomenon of living hadith. The data used are library sources and interviews that are processed in analytic descriptive. The result of this study are the tradition of reading the blessings of Mansub as a discursive tradition that is accepted and practiced by the people of Central Tempeh, Lumajang. So that the hadiths related to this phenomenon are presented as a form of text that intermediate human's approach to Allah SWT. Keywords Living Hadith, Habib Sholeh, Mansub Sholawat Abstrak Kajian Living Quran dan Hadis semakin marak di Indonesia, hal ini semakin mengungkap bahwa banyak tradisi masyarakat atau kelompokyang berlandaskan Alquran dan hadis. Artikel ini memfokuskan pada tradisi pembacaan shalawat mansub Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid di Desa Tempeh Tengah Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Shalawat mansubmerupakan sebuah amalan hasil dari perjalanan spiritual Habib Sholeh yang bertemu dengan Nabi Khidir. Kemudian menjadi tradisi masyarakat Tanggal masuk 9 Mei 2020 p-ISSN 2528-756 e-ISSN 2548-4761 yang dibaca setiap malam Jum’at Kliwon sebanyak 141 kali. Lantas masyarakat melanggengkan membaca sholwat mansub tersebut sebagai sarana tawasul untuk mempermudah segala hajat. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi fenomena yang menggunakan teori Talal Asad bahwa Islam sebagai tradisi diskursif. Kemudian untuk memahami kontruksi sosial antar masyarakat kepada Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid, maka menggunakan teori Berger dan Luckmann. Data yang digunakan yaitu sumber pustaka dan wawancara yang diolah secara deskriptif analitik. Hasil dari penelitian ini yaitu tradisi pembacaan shalawat mansub sebagai tradisi diskursif yang diresepsi dan dipraktekan masyarakat Tempeh Tengah, Lumajang. Sehingga dipaparkan hadis-hadis yang berhubungan dengan fenomena tersebut, sebagai wujud teks perantara pendekatan manusia kepada Allah Swt. Kata Kunci Living Hadis, Habib Sholeh, Sholawat Mansub A. Pendahuluan agam tujuan sholawat tidak hanya lantuman pujian yang ditunjukkan kepada Nabi SAW, tapi shalawat juga merupakan syarat sebelum doa. Shalawat sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah, sama halnya dengan dzikir. Pembacaan shalawat tidak lepas dari peran Nabi Saw sebagai wasilah untuk umatnya. Sehingga pembacaan shalawat ini sudah masuk dalam tradisi sejak masa awal kenabian hingga sekarang. Shalawat juga mempunyai ragam macam nama, salah satunya yang akan diulas dalam kajian ini adalah pembacaan sholawat mansub yang terdapat di Tempeh Tengah, Lumajang. Dalam praktiknya shalawat mansub mampu menjadi kontruksi antar masyarakat dengan Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid selaku agen penyebar ritual shalawat mansub, padahal shalawat mansub ini tidak ada dasar mutlaq dalil, namun bisa meresepsi masyarakat, bahwa setelah melakukan ritual pembacaan shalawat mansub, maka hajatnya akan terkabul. Sejauh ini kajian yang menempatkan shalawat sebagai satu objek kajian terfokus pada tiga kecenderungan berikut pertama pembacaan shalawat dalam momen-momen atau peristiwa keagamaan seperti, tasyakuran, Norma & Rizqotul 61 aqiqah, pernikahan, acara maulid Nabi dan lain sebagainyaBukhari, 2017 Ibrahim, Zulkipli, & Niaga, 2014Sinaga, 2006. Kedua, kajian yang menempatkan shalawat sebagai satu proses untuk mencapai tujuan atau hajat tertentu Jamalie, 2016. Ketiga, kajian yang menempatkan shalawat sebagai satu bentuk untuk mengakumulasi massa demi tujuan-tujuan tertentu Jamalie, 2016. Kajian yang menempatkan shalawat sebagai satu praktik bersama dan shalawat yang didapatkan dari satu ritual tertentu yang berasal dari Nabi Khidir merupakan satu hal yang luput dari perhatian para peneliti. Tulisan ini bertujuan untuk melengkapi kekurangan yang telah disebutkan di atas. Tulisan ini mengekplorasi tradisi sholawat mansub yang terdapat di Tempeh Tengah, Lumajang dan mengungkap proses transmisi sholawat mansub dari Nabi Khidir hingga sampai pada Habib Sholeh dan dipraktikan dalam masyarakatnya, serta resepsi masyarakat terhadap shalawat mansub. Selain itu, tulisan ini akan menempatkan fenomena pembacaan sholawat mansub sebagai perantara untuk mempermudah doa merupakan sebagai tradisi diskursif yang diolah dengan pemikiran teori Talal Asad. Tradisi diskursif menurut Talal Asad, melibatkan dua aspek actor yang bergerak bersama yaitu berasal dari teks dan partisipan yang bertemu dalam sebuah praktik. Dewi, 2016. Cara pandang diskursif pada intinya memandang ortodoksi dalam Islam bukan untuk sebuah gagasan atau pendapat, melainkan sebuah relasi kuasa yang bersifat channelling, bahkan juga melibatkan tradisi oral dan memori Dewi, 2016. Untuk mengetahui bagaimana shalawat mansub bisa menjadi kontruksi sosial antar masyarakat Tempeh, Lumajang dengan peran Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid maka menggunkan teori kontruksi sosial dari Berger dan Luckmann. Peran konstruksi sosial ini memiliki power yang konkret, pertama; dapat mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu, kedua; dapat mewakili kompleksitas dalam satu budaya tunggal, hal ini tidak mengasumsikan keseragaman. Ketiga; berhubungan dengan masyarakat dan waktu. Nangi, 2011 B. Biografi Habib Shaleh bin Muhsin dan Sejarah Shalawat Mansub Biografi Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid lahir di desa Qorbah, Bakarman wadi amd, Hadramaut, Yaman, tanggal 17 Jumadil Ula tahun 1313 H bertepatan pada tahun 1895 M. Ayahnya adalah al-Habib Muhsin bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan al-Bakriy al-Hamid, adalah salah seorang solihin dan disegani oleh masyarakatnya. Banyak sekali dari mereka yang datang kepada beliau untuk bertawassul dan memohon doa untuk tercapainya segala hajat mereka. Sedangkan ibunda beliau seorang wanita yang shalihah yaitu Aisyah dari keluarga al-Abud Ba Umar dari masyayikh al-Amudi. Habib Sholeh mulai belajar Alqur’an kepada seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd yang juga dikenal sebagai seorang yang shaleh, selalu berdzikir kepada Allah Swt. Sedangkan ilmu fiqih dan tawasuf beliau belajar dari ayahnya sendiri Habib Muhsin al-Hamid. Pada usia 26 tahun tepatnya bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh al-Fadil Assholeh Salim bin Ahmad al-Askariy, Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut ke Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk beberapa saat kemudian menuju ke Lumajang di kediaman sepupunya beliau yaitu al-Habib Muhsin bin Abdullah al-Hamid, salah seorang panutan para saadah atau masyarakat Lumajang dan sekitarnya. Beliau menetap di Lumajang untuk beberapa lama, kemudian pindah ke Tanggul dan akhirnya menetap disana hingga akhir hayat. Pada suatu saat beliau melakukan uzlah mengasingkan diri dari Norma & Rizqotul 63 manusia selama lebih dari 3 tahun berada dalam khalwahnya, selama itu pula beliau tidak menemui seorang manusia dan tidak seorangpun menemuinya. al-Habsyi, tt Adapun silsilah beliau sesuai dalam manaqib dipaparkan bahwa silsilah dan nasab Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid sampai pada Rasulullah Saw yaitu dari jalur Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib. Habib Sholeh merupakan urutan ke 39 dari keturunan Nabi Muhammad Saw adalah sebagai berikut al-Habsyi, tt Tepat pada hari Sabtu tanggal 8 Syawwal tahun 1396 H Habib Sholeh bin Muhsin wafat. Setelah berwudhu’ dan sebelum melaksanakan sholat maghrib. Beliau dikebumikan pada hari Ahad tanggal 9 Syawwal setelah sholat dzuhur dan dibanjiri dengan lautan manusia, mereka saling berdesakan dan berebut untuk membawa keranda jenazah atau untuk sekedar menyentuh jasad beliau. Begitu banyaknya manusia yang datang dari berbagai penjuru kota dan daerah untuk ikut mensholati jenazah Habib Sholeh, sehingga untuk menampung mereka sholat jenazah dilaksanakan tiga kali secara bergilir. Beliau dimakamkan di samping Kiblat Masjid Riyadus Sholihin, Tanggul, Jember. al-Habsyi, tt Sejarah Sholawat Mansub Shalawat mansub merupakan ijazah yang dimiliki oleh Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid. Shalawat mansub ini dikenal shalawat yang mampu memberikan karamah. Dari beberapa warga sekitar Habib Soleh serta masyarakat lain, baik masyarakat nusantara dan di luar itu, mengatakan bahwa sholawat mansub mengandung karamah, seperti ketika seseorang memiliki hajat, atau sedang disusahkan jalan hidupnya, sholawat mansub mampu menjadi jalan untuk menuju kemudahan hajat dan dilapangkan segala kesusahan atas izin Allah. Awal mula shalawat mansub mampu menjadi ajaran yang disebarkan oleh Habib Sholeh, berawal dari kisah yang unik. Di dalam kitab manaqib dijelaskan tentang asal mula Shalawat mansub terbentuk. Awal mula munculnya shalawat mansub ada dua pendapat, yang pertama; ketika Habib Sholeh berziarah di makam Rasulullah, Madinah. Saat Habib Sholeh melakukan khalwat di makam Rasulullah, ia mendapat bisikan suara sayub-sayub lafal shalawat yang sekarang disebut dengan shalawat mansub. Konon, suara tersebut muncul dari Nabi Muhammad SAW. Pendapat kedua shalawat mansub muncul karena diberikan dari Nabi Khidir ketika Norma & Rizqotul 65 Habib Sholeh melakukan perjalanan spiritual. Pada saat itu, Nabi Khidir menjelma menjadi pengemis. Kronologi ceritanya, Habib Sholeh berada di stasiun ingin melakukan perjalanan, tiba-tiba ia dihampiri seorang pengemis, yang meminta uang kepada Habib Sholeh, namun Habib Sholeh tidak mempunyai uang. Pengemis tetap memaksa meminta uang, seketika Habib Sholeh sadar, bahwa pengemis tersebut jelmaan dari Nabi Khidir. Menurut penuturan dari salah satu muridnya, khalwat yang dilakukan oleh Habib Sholeh ini berkisar selama tiga tahun. Selama itu pula, Habib Sholeh tidak makan, minum, tidur dan sama sekali tidak menemui siapapun. Disaat itu pula kemudian sholawat mansub hadir di tengah khalwat Habib Sholeh. Lantunan sholawat mansub terdengar sayup-sayup di telinga Habib Sholeh, kemudian Habib sholeh melafalkannya dengan pelan dan menghafalkannya. Maka dari peristiwa itulah shalawat tersebut dinamai Habib Sholeh dengan sebutan shalawat mansub. Suhartono, 2019 Berikut sholawat mansub ijazah Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid  Artinya Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad yang dengannya Engkau ampuni kami, Engkau perbaiki hati kami, menjadi lancar urat-urat kami, menjadi mudah segala kesulitan, juga kepada keluarganya dan para sahabatnya. C. Shalawat Mansub sebagai Tradisi Diskursif Sholawat mansub sebagai tradisi diskursif normativitas/ historitas Analisis diskursif dilakukan untuk mengetahui status otoritas teks terhadap praktik. Karena otoritas teks tersebut sangat tergantung pada hasil sebuah praktiknya. Meskipun secara temporer antara teks dan praktik tidak pernah terhubung, namun bagi komunitas muslim keduanya teks dan praktik tetap terdapat hubungan secara intrinsik. Jika makna teks memperlihatkan bentuk konseptual objektif maka makna praktik menunjukkan realitas sosial dan psikologis. Dewi, 2016 Tradisi pembacaan shalawat mansub sebagai diskursus adalah proses bagaimana shalawat tersebut menjadi rutinitas yang melibatkan aspek normativitas dan aspek historitas. Aspek normativias dalam sholawat mansub ialah proses transmisi shalawat mansub yang dibawa oleh agen, kemudian disebarkan hingga mampu menjadi tradisi sampai sekarang. Agen dalam sholawat ini adalah Nabi Khidir, kemudian disebarkan oleh Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid, penyampain shalawat mansub oleh Habib Sholeh melalui lisan kepada mayarakat yang meminta didoakan demi kelancaran hajatnya. Setelah Habib Sholeh wafat tahun 1396 H, shalawat mansub diijazahkan kepada putra-putra Habib Sholeh, selanjutnya dilakukan penyebaran ritual pembacaan sholawat mansub secara teks pada tahun 1976 M pada generasi ketiga cucu Habib Sholeh. Dalam proses pengijazahan sholawat mansub harus melalui keturunannya langsung. Dengan menggunakan cara pandang diskurtif Talal Asad, telah melihat praktik pembacaan sholawat pada zaman Nabi yaitu shalawat sebagai pengagungan kepada Nabi dan shalawat sebagai pengantar doa. Maka, dari praktik pada zaman Nabi tersebut, lahirlah ragam tradisi tentang pembacaan shalawat. Seperti halnya shoalwat mansub, meskipun dalam segi nama beragam, namun tidak merubah esensi makna dari sholawat itu sendiri. Ritual sholawat mansub ini dibaca dengan bertawasul dulu kepada Nabi Wawancara kepada Habib Hasan selaku cucu dari Habib Sholeh, 22 Desember 2019. Norma & Rizqotul 67 Muhammad SAW, karena dengan harapan doa yang terkandung dalam sholawat mansub terkabul, sesuai dengan hadis berikut Hadis tentang sholawat dan prakteknya pada zaman Nabi     Telah diceritakan kepada kami Abu Dawud Sulaiman ibn Salim al-Mashafi al-Bukhli telah dikabarkan kepada kami al-Nadhra ibn Shamil dari Abi Qurah al-Asadi dari Said ibn Musayyab dari Umar ibn Khatab berkata Sesungguhnya do’a itu berhenti diantara langit dan bumi, tidak naik terkabul doa tersebut sampai ia bersholawat atas Nabi Muhammad Saw. Al Albani, tt Ada dalam kitab Lubabul Hadis Jalaludin As-Suyuthi, Kitab Targhib wa Tarhib Albani, derajat hadis di atas menurut Albani merupakan hadis shahih lighoirihi atau sama dengan derajat hadis hasan karena hadis ini hadis mauquf yaitu disandarkan kepada Umar bin Khattab, sahabat Nabi Saw. Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Umar bin Khattab ra. Ibnu Kathir berkata sanadnya baik dan hasan menurut Albani dalam sahih at-Tirmidzi. Dan telah disebutkan oleh Albani dalam Silsilah al-Sahihah h. 2035 dari perkataan Nabi Saw dan menyebutkan beberapa saksi kemudian berkata kesimpulan dari perkataan itu ialah sesungguhnya hadis dari jalur ini tidak diturunkan dari kedudukan atau derajat hasan. Kemudian menurut riwayat Tirmidzi hadis ini berhenti pada Umar bin Khattab ra dan hukumnya atau derajat hadis ini dinaikan. Dan Hafidh al-Iraqiy berkata yang menjadikan hadis tersebut berhenti mauquf sama seperti yang dikatakan pendapat sebelumnya, yaitu ada perintah berhenti maka hukumnya marfu’. Dan al-Qadhi Abu Bakar ibn al-Arabiy berkata seperti yang telah disebutkan oleh Umar bahwa hadis ini berhenti pada dirinya karena tidak mengetahui pandangan. Pada zaman Nabi SAW. Sholawat sebagai perantara doa yang kita hajatkan. Namun, ternyata sholawat pada zaman nabi tidak hanya sekedar doa dan pujian kepada Rasulullah Saw, tapi sholawat juga sering digunakan untuk beberapa hal diantaranya a. Sholawat Sebagai Bagian Tasyahud dalam Sholat Imam Syafi’i berpendapat dikalangan ulama terkait membaca sholawat kepada Nabi ketika tasyahud awal dalam sholat, hal tersebut disunahkan untuk membaca sholawat. Dengan Al Qur’an Allah memerintahkan untuk bersholawat kepada Nabi   “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salm penghormatan kepadanya.” QS. Al-Ahzab 56. Kemudian untuk hadisnya juga dijelaskan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah, bila duduk selepas dua rakaat, beliau duduk seolah-olah seperti berada di atas batu yang dipanaskan di atas api. HR Tirmizi, Abu Daud, al-Nasa`i, Ahmad, Hakim, dan Baihaqi. Dan sebagian ulama yang berpendapat, sunah bershalawat kepada Nabi, yaitu shalawat lengkap yang biasa disebut shalawat Ibrahimiyyah. Sholawat Ibrahimiyyah adalah sholawat yang dibaca ketika pada saat duduk tasyahud di dalam sholat. Menurut syech Yusuf bin Ismail An-NAbhani sholawat Ibrahimiyah adalah sholawat yang paling sempurna shigatnya disbanding shalawat yang lain, baik yang ma’tsurah. b. Sholawat Sebagai Doa Setelah Azan Norma & Rizqotul 69     Sunan Abu Daud nomor 144, sahih Artinya Ketika kalian mendengarkan adzan maka jawablah, kemudian setelah itu bacalah sholawat kepadaku. Muslim dan Abu Dawud Pendapat di atas ini juga didukung oleh Imam Jalaludin as-Suyuthi, Ibnu Hajar al-Haitsami, Syeikh Zakariya al-Anshari, dan lain lain. Imam Ibnu Abidin dalam hasyiyahnya’ mengatakan, bahwa pendapat yang didukung oleh Madzhab Syafi’i dan Hanbali adalah pendapat yang mengatakan shalawat setelah adzan adalah sunah bagi orang yang adzan dan orang yang mendengarkannya. Para ulama memberikan penjelasan bahwa, pada hakikatnya puji-pujian setelah adzan adalah dalam kategori bid’ah hasanah. Sedangkan pengamalan puji-pujian secara popular baru mulai sekitar tahun 781 H, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Abidin dalam kitab “Hasiyah” yang merujuk pada pendapat Imam as-Sakhawi. Dalam kitab “taj al-jami” ada dijelaskan bahwa  Artinya “Membaca shalawat setelah adzan adalah sunah, baik bagi orang yang adzan maupun orang yang mendengarkannya, dan boleh mengeraskan suara.” Pendapat inilah yang didukung oleh kalangan madzhab Syafi’iyah, dan kalangan madzhab Hanbali. c. Sholawat Sebagai Doa untuk Jenazah dalam Sholat Jenazah Sholawat dalam sholat jenazah termasuk rukun kelima setelah membaca surat al-Fatihah dan dibaca setelah takbir kedua, berikut sholawat dalam sahnya shalat jenazah  Artinya “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad.” Maka hukum membaca sholawat dalam sholat jenazah adalah wajib karena termasuk rukun sahnya sholat jenazah. Setelah Nabi Muhammad wafat, sekitar tahun 908 M, praktik pembacaan shalawat kemudian dilanggengkan oleh Khalifah Islam syiah, seperti Dinasti Fatimiyah di Mesir, pada saat itu shalawat wajib dinyanyikan oleh segenap masyarakatnya dalam perayaan Maulid Nabi. Salah satu alasan lain pembacaan shalawat ini dipratikkan karena termasuk tradisi Negara sebagai legitimasi politis, bahwa dinasti Fatimiyah ini merupakan kekhalifaahan Islam yang berdasarkan garis keturunan Nabi SAW Jati, 2012. Tidak hanya Dinasti Fatimiyah, umat Islam Sunni juga merayakan Maulid Nabi dengan pembacaan shalawat atau puji-pujian di berbagai daerah, seperti Bukhara, Samarkand, Mosul, Mekah dan lainnya, tetapi mereka melakukan dengan sembunyi-sembunyi karena agar tidak dituduh bid’ah. Jati, 2012 Dilanjut pada masa Dinasti Bani Ayyub 1174 M-1193 M, menurut Sultan Salahuddin, tradisi pembacaan shalawat juga ditradisikan pada masa itu. Karena dengan membaca shalawat dapat mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Rasulullah. Selain itu pada saat terjadi perang salib III melawan pasukan Nasrani dari Eropa yang ingin menduduki Yerussalem, dengan membaca shalawat inilah dapat menambah semangat juang serta ittihad atau persatuan Jati, 2012. Peristiwa perang salib tersebut bertepatan dengan lahirnya shalawat al-Barzanji dan ternyata dalam teks yang terkandung dalam shalawat berzanji selain berisi prosa pujian-pujian kepada Rasulullah, terdapat teks pesan perdamain yang patut dijadikan refleksi Azmi, Abidin, 2019. Tidak sampai di situ, tradisi pembacaan shalawat barzanji pada masa sekarang masih dipertanyakan keabsahannya, dengan alasan bahwa hukum perayaan maulid itu masih diperdebatkan. Sebagian ulama mengatakan Norma & Rizqotul 71 shalawat al-barzanji itu bid’ah karena di sisi syar’i tidak ada dasarnya Jati, 2012. Namun, perdebatan tersebut kemudian berimplikasi yang meluas, terutama pada pemaknaan tradisi pembacaan shalawat al-Barjanzi setelah dibawa di Indonesia, ternyata, mampu menjadi proses Islamisasi. Apalagi tradisi tersebut dikenalkan oleh beberapa ulama walisongo yang berasal dari kawasan Hadramaut yang diakulturasikan dengan tradisi lokal. Sehingga tradisi pembacaan shaawat mansub ini bukan menggeser budaya lokal, namun mengakulturasikannya dengan budaya Islam. Kemudian lambat laun, setelah tradisi shalawat diterima dalam tradisi masyarakat, munculah beragam shalawat selain shalawat sebagai ritual tetapi juga sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi SAW. Kosmologi Jawa Untuk memahami pengetahuan dan imajinasi orang jawa yang tercermin dari kosmologi mereka mengenai alam terkait datangnya Nabi Khidir, maka bisa ditelisik dalam Kosmologi jawa Trinatnawati, 2011. Dalam kosmologi filsafat jawa Nabi Khidir berasal dari kata Khidir atau al-khadra, yang artinya “hijau”. Mitos warna hijau konon berhubungan dengan Nabi Khidir Dermawan, 1981, pernyataan tersebut sesuai dengan hadis berikut,        Bukhari nomor 156, sahih “Diceritakan kepada kami Muhammad ibn Sa’id ibn al-Asbahaniy, dikabarkan kepada kami ibnu al-Mubarok dari Mu’ammar dari Himam ibn Munibah dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda Sesungguhnya beliau dinamai Khidir karena beliau duduk diatas tanah putih, tiba-tiba berguncang dibelakang beliau berwarna hijau.” Hal ini menimbulkan resepsi masyarakat tentang datangnya Nabi Khidir dalam menjumpai manusia yang hanya memiliki kesucian seperti halnya wali atau seseorang yang diberi karomah oleh Allah. Al-Khadir memiliki makna harfiah yang berarti seseorang yang hijau, maksudnya seseorang yang mempunyai kesegaran akan pengetahuan atau memiliki kesucian jiwa. Jika ditarik dari peristiwa yang dialami Habib Sholeh ketika bertemu Nabi Khidir, maka Habib Sholeh termasuk seseorang yang suci dan mendapat karomah dari Allah. Saat itu Habib Sholeh bertemu Nabi Khidir ketika berada di Stasiun Jember, Nabi Khidir menjelma menjadi seorang pengemis yang meminta uang kepada Habib Sholeh, namun Habib Sholeh hanya memiliki uang 10 rupiah dan tidak memberikan uang tersebut pada pengemis, pengemis lantas pergi dan balik lagi meminta uang pada Habib Sholeh hingga Habib Sholeh curiga dan menjabat tangan pengemis tersebut, ternyata jempol tangan pengemis tidak bertulang, sontan Habib Sholeh tau bahwa jelmaan pengemis tersebut ialah Nabi Khidir. Hasan, 2019 Sama seperti kisah Syekh Malaya atau yang terkenal dengan nama Sunan Kalijaga bertemu dan berguru dengan Nabi Khidir saat perjalanan spiritual menuju Makkah untuk beribadah haji atas titah Sunan Bonang, setelah ia melakukan khalwat atau semedi. Kehadiran Nabi Khidir ketika Syekh Malaya berada di tengah-tengah samudera saat menyebrang lautan dalam perjalanan ke Mekkah, di samudera itulah muncul sosok Nabi Khidir yang kemudian berdialog dengan Syekh Malaya yang memberikan pengajaran sufistik, seperti; tauhid hidayah, iman hidayah, ma’rifat, mukasyafah insan kamil dan ruh idafi. Ajaran tersebut disampaikan melalui dialog antara Nabi Khidir dan Syekh Malaya. Keduanya memiliki ikatan Norma & Rizqotul 73 mengenai penyucian jiwa untuk menuju insan kamil dan hakikat manusia sebagai perwujudan. Hak, 2016 Dari kisah Syekh Malaya tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa seorang ulama atau wali yang mencapai tingkatan sufi tidak mustahil untuk bertemu Nabi Khidir, tidak hanya sekedar bertemu tapi memberikan sebuah amalan dan pengajaran. Maka dari pertemuan Habib Sholeh dengan Nabi Khidir muncullah Sholawat Mansub yang dipercayai dan diamalkan akan mendatangkan kemudahan setelah kesulitan, menghilangkan segala penyakit dan mengabulkan segala hajat. D. Resepsi dan Praktik Masyarakat Tempeh, Lumajang terhadap Shalawat Mansub Dalam pemaparan di atas, bahwa proses transmisi penerimaan shalawat mansub dari nabi Khidir sampai ke Habib Sholeh, hingga akhirnya pembacaan shalawat menjadi praktik sampai sekarang. Hal tersebut berkaitan dengan pemahaman dan penyebaran agama memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pembentukan strukrur berfikir masyarakat setempat. Maka untuk memahami kontruksi sosial dan realitas masyarakat Tempeh, Lumajang dalam praktik membaca shalawat mansub membutuhkan teori dari Berger dan Thomas Luckmann social contruction of reality.Yang mana teori ini mengaktualisasikan individu sebagi aktor aktif yang membentuk realitas sosial dari objektif melalui dialektik yang berjalan secara stimulan, yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.Berger, Luckmann, 1996 Pengaruh masuknya Islam dalam masyarakat dengan membawa praktik membaca shalawat, ternyata dijadikan solutif dalam problem masyarakat setempat. Dengan demikian tidak terlepas dengan peran Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid sebagai agen yang menyebarkan ritual membaca shalawat mansub. Dalam hal ini juga diperlukan bagaimana proses perkembangan praktik membaca shalawat mansub di Tempeh, Lumajang tidak bisa dipisahkan dengan discourses Asad, 2009. Bahwa discourses pada sholawat mansub hingga akhirnya melahirkandiscoursive tradition, bersikan doa yang dikemas dalam sholawat mansub yang mana dibaca sebelum hajat dituangkan. Pemahaman ini kemudian diadaptasikan oleh masyarakat untuk dijadikan perantara supaya dikabulkannya doa, melalui berwasilah kepada Rasulullah. Alih-alih perkembangan tradisi shoalwat mansub tidak bisa dipisahkan dengan discoursive masyarakat terkait pada agen yang menyebarkan shalawat mansub. Menururt penuturan juru kunci sumur Habib Sholeh, yang dipercaya sumur tersebut karomah dari Habib sholeh, mengatakan bahwa, sosok mbah sholeh dikenal masyarakat sebagai penyebar agama Islam, ia menyebarkan dengan toleran dan damai. Meski pada saat itu masyarakat masih minim pengetahuan tentang Islam. Namun Habib sholeh mampu merasuki butir-butir Islam sesuai tingkat pemahaman mereka. Ia juga sering berkhalwat untuk menemukan petunjuk dari Allah SWT. Suatu proses resepsi jika dikaitkan dengan living hadis, maka terjadi jarak yang sangat jauh, antara praktik pada saat ini dengan realitas teks hadis pada zaman Nabi. Kemungkinan masyarakat juga tidak begitu memahami praktik tradisi tersebut muncul karena adanya faktor praktik sholawat pada zaman Nabi, yang sudah dijelaskan dalam hadis. Namun, masyarakat pada umumnya, menganggap bahwa karena agen disini dipahami sebagai seseorang yang memiliki akses pengetahuan, apalagi seorang agen merupakan ulama penyebar agama Islam dan dalam penerimaan shalawat mansub, ia ditemui langsung oleh Nabi Khidir, yang mana dipercaya hanya orang berkarismatik suci yang bisa ditemui Nabi Khidir. Praktik shalawat mansub di Tempeh Tengah, Lumajang kemudian diresepsi masyarakat karena latar belakang kultural serta permaslahan yang berlaku pada saat itu, Norma & Rizqotul 75 oleh masyarakat setelahnya, dan begitu seterusnya bukan bersandar karena hadis, namun mereka bersandar pada pengaruh setelah melakukan ritual pembacaan shalawat mansub. Masyarakat menganggap setelah melakukan pembacaan shoalwat mansub, hajat yang mereka dimudahkan oleh Allah. Kemudian hasil resepsi shalawat mansub ini bukan karena landasan teks hadis, kemudian lahirlah praktik. Namun, sesuai dengan teori Talal Asad, bahwa teks dan partisipan adalah hasil dari sebuah tradisi. Bentuk objektivasi terlihat pada instituasionalisasi praktik membaca Sholawat mansub dalam ritualnya dibaca setiap satu bulan sekali tepatnya setiap malam Jum’at Kliwon setelah isya’ di kediaman Habib Sholeh bin Muhsin di Lumajang. Banyak masyarakat dari berbagai daerah datang untuk mengikuti rutinan pembacaan sholawat mansub tersebut, bahkan dari Negara lain pun ikut berkunjung seperti Cina, Malaysia dan lain-lain. Mereka berharap mendapatkan berkah serta untuk memohon doa-doanya. Sebelum pembacaan sholawat mansub dimulai, para jamaah disambut meriah dengan lantunan merdu sholawat-sholawat sampai para Habaib duduk di atas panggung. Kemudian, dilanjut dengan sambutan dari Habib Hasan bin Muhammad selaku cucu Habib Sholeh bin Muhsin. Sedikit mauhidhoh yang beliau sampaikan. Lanjut dengan pembacaan sholawat mansub yang dipimpin oleh cucu Habib Sholeh, Habib Hasan sebanyak 141 kali dan diakhiri dengan mauhidhoh hasanah dari Habib Ali Zainal Abidin. Pembacaan sholawat mansub juga dianjurkan setelah sholat fardhu sebanyak 11 atau 41 kali dengan niat untuk memperoleh kemudahan dan terkabulnya semua hajat. Diawali dengan bertawassul kepada Nabi Muhammad Saw, kemudian disusul bertawassul kepada Habib Abu Bakar Assegaf yaitu guru Habib Sholeh di Gresik, baru terakhir tawassul kepada Habib Sholeh bin Muhsin. Suhartono, 2019 Tidak hanya itu, untuk mempercepat terkabulnya seegala hajat disunnahkan untuk mengambil air, berwudhu bahkan mandi di sumur Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid. Sumur tersebut menyimpan karomah dan barokah dari Habib Sholeh karena sejarah munculnya sumur tersebut dari ludah Habib Sholeh dan gurunya, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka, sholawat tersebut lebih diterima ketika setelah minum, berwudhu atau mandi dari sumur Habib Sholeh dengan harapan terkabulnya segala hajat. Resepsi masyarakat setempat bahwa ritual membaca shalawat ini benar-benar membawa pengaruh dalam hajat mereka, diafirmasikan melalui pengalaman nyata masyarakat. Ada salah satu warga dari Nyaman datang ke kediaman Habib Sholeh guna mendapat karomah dari Habib Sholeh, karena pada saat itu warga tersebut memliki problem rumah tangga, ia ditinggalkan suaminya sangat lama, dan ingin mendapatkan suami lagi, namun hal tersebut susah ia dapatkan lagi. Kemudian Habib Sholeh mendoakan dengan membacakan sholawat mansub. Tidak lama kemudian warga Yaman tersebut datang lagi, bahwa dia sudah memiliki suami dan syukur dia menyatakan untuk masuk Islam dan minta tolong dibacakan syahadat oleh Habib Sholeh. Internalisasi masyarakat terhadap sholawat mansub setelah melakukan ritualnya, masyarakat mengaku semakin dekat dengan Rasul dan dimudahkan hajat mereka. E. Simpulan Praktik shalawat mansub mampu menjadi konstruksi antar masyarakat dengan Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid, ketika saat itu bahkan sampai sekarang. Karena munculnya resepsi masyarakat setelah melakukan ritual pembacaan shalawat, maka hajatnya akan terkabul. Resepsi tersebut bisa terbangun karena adanya kontruksi sosial dan realitas masyarakat Tempeh, Lumajang yang tidak terlepas oleh discourses. Bahwa discourses pada sholawat mansub hingga akhirnya melahirkan discoursive tradition, bersikan doa yang dikemas dalam sholawat mansub yang mana dibaca sebelum hajat dituangkan. Pemahaman ini kemudian diadaptasikan oleh masyarakat Norma & Rizqotul 77 untuk dijadikan perantara supaya dikabulkannya doa, melalui berwasilah kepada Rasulullah. Dalam perkembangan tradisi shoalwat mansub tidak bisa dipisahkan dengan discoursive masyarakat terkait pada agen yang menyebarkan shalawat mansub, yaitu Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid. Sosok agen yang mempunyai pengetahuan keIslaman tinggi, dan berkarismatik suci, mampu menyebarkan agama Islam di daerah setempat dan dalam penerimaan shalawat mansub, ia ditemui langsung oleh Nabi Khidir, yang mana dipercaya hanya orang berkarismatik suci yang bisa ditemui Nabi Khidir. F. Daftar Pustaka R. Nangi,Charles“ Kontruksi Sosial Dalam Realitas Sosial”, dalam ASE. Vol. 2. Mei 2011, 1. Kadir al-Habsyi, al-Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid Jembertt 1-3 Wawancara dengan Suhartono juru kunci sumur peninggalan Habib Sholeh tanggal 30 Juli 2019 pukul 1515 Na>s{ir al-Di>n al-Alba>ni>, Muhammad. S{ahih wa D{aif Sunan Tirmidhi>, 486 Wawancara kepada Habib Hasan selaku cucu dari Habib Sholeh, 22 Desember 2019. Dawud Sulaiman bin al-As’at,Abu. Sunan Abi Dawud Beirut al-Maktabah al-Asriyah Juz 4, 144 Wasisti Raharjo Jati, “Tradisi, Sunnah dan Bid’ah Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural Studies”, dalam El-Harakah, Vol. 14. No. 2. 2012, 230. Norma Azmi, Zainal Abidin, dkk, Nasionalisme Santri Jejak-Jejak Santri dalam Nasionalisme Indonesia, Surabaya Lakspesdam, 2019, 565. Raharjo Jati, Wasisti“Tradisi, Sunnah dan Bid’ah Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural Studies”, dalam El-Harakah, Vol. 14. No. 2. 2012, 232. Trinatnawati,Atik“ Masuk Angin Dalam Konteks Kosmologi Jawa”, dalam Humaniora. Vol. 3 Oktober 2011. 330. Dermawan TAgus, Lorong-lorong Istana Presiden Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia, 1981, 28. Al-Bukhari, S{ahih Bukhari Damaskus Da>r T{u>q al-Najah, 1422 Juz 4, 156. Hak,Nurul “Rekontruksi Historiografi Islamisasi dan Penggalian Nilai-nilai Ajaran Sunan Kalijaga” Juni 2016, Analisis Vol. XVI No. 1, 75-76 L. Berger,Peter and Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality A Treatise in The Sociology of Knowledge USA Penguin Books, 1996, 21. Asad,Talal. The Idea of an Anthropology of Islam, dalam Qui Parle, Vol 17, No. 2 Spring/Summer 2009, 20. Bukhari, Akh. Prevesing Arab Tradition The Cultural Expression of Habsyian in East Kalimantan’, Journal of Indonesian Islam, 2017. Ibrahim, Anisa, Zulkipli and Ipong Niaga, Tradisi Samrah Pada Pesta Pernikahan Oleh Keturunan Arab di Kelurahan Limb B Kecamatan Kota Selattan’, Fakultas Sastra dan Budaya, 2014. Siaga, Syahrul Syah, Fungsi dan Ciri Khas Kesenian Rebana di Pantura Jawa Tengah’, Harmonia, 2006. Jamalie, Zulfa, ”Maarak Kitab Bukhari” Traditon in Banjar Community’, El-Harakah Terakreditasi, 2016. Dewi, Subkhani Kusuma, Otoritas Teks Sebagi Pusat dari Praktik Umat Islam’, Jurnal Living Hadis, 2016. Moch TohetSofiya MaulizaThe purpose of this study was to instill religious characters in children who are addicted to online games in Langkap village, Bringin hamlet, Besuki, Situbondo through 1 Megrib reciting movement 2 Reading shalawat nariya 3 Routine memorization 4 and showing Islamic films. The method used is a qualitative descriptive approach. This research was conducted in Langkap Village, Bringin Hamlet, Besuki, Situbondo. The subjects in the study, namely parents, village officials, and children who are addicted to online games. This research was conducted so that children who are addicted to online games can be overcome and their dependence on online games can be minimized and as a form of gratitude and love for Allah SWT and the Prophet SAW. The implication in overcoming addiction to online games through religious character education is one of the positive impacts for children, namely that children are not constantly fixated on online games, and make children tend to do things that are more useful and have a better personality than before. Subkhani Kusuma DewiAnthropologically speaking, interrelation between text and several practices of muslim community in Indonesia that prove their obedience to the Islamic norms and official doctrine, is in fact heterodox. This premise verifies various elements of the local culture that always interweave and work together in dialogue through rituals and symbols. In shaping this new perspective of Anthropology of Islam, some Islamisists made claim the major tasks of ethnographers to depicts Islam with diverse expressions of meaning, emotion, as well feeling, as practiced by Muslims, whom are the object of authority and the text. This point of view shows the importance of the study of the texts in a broader ethnographic process. The role of the latter study is to strengthen the cultural anthropology of the Muslim community and at the same time discover the power and authority of the text as an interpretive resources and practices for muslim communities. Zulfa JamalieThis study reviews the local wisdom and harmony in the tradition Maarak Book of Bukhari MKB in Banjar community. This study uses religious anthropological approaches to explore various ideas and understanding of the research object. The results showed that this tradition is motivated by environmental condition of Banjar which is prone to fire, so as part of a tradition of starting reinforcements. It is carried out when people have seen some signs or warnings and dealt with specific situations. This tradition is done at night during dry season when fires frequently happened, with the aim of counteracting the danger of fire and for safety. In this tradition, the procession made certain that is believed to be a sort of intermediary or the cause so that it prevents from the fire. Starting with the implementation of the sunnat prayers, then reading the sura Yasin, paraded the holy book around the village, recite the lines of Burdah, reading segue Kamilah, and closed with praying for salvation. The description of religious valuesand propaganda contained in this tradition is strong evidence of the ability of the scholars earlier to acculturate the understanding and behavior of Banjar society before the arrival of Islam. MKB is one of the traditions that reflect the meeting between Islam and local culture. Penelitian ini mengkaji tentang kearifan lokal dan harmoni yang terdeskripsi dalam tradisi Maarak Kitab Bukhari pada masyarakat Banjar. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis keagamaan untuk menggali berbagai pemikiran dan pemahaman masyarakat terhadap objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Maarak Kitab Bukhari dilatarbelakangi oleh kondisi lingkungan masyarakat Banjar yang rawan terjadi kebakaran, sehingga sebagai bagian dari tradisi tolak bala, MKB dilaksanakan ketika masyarakat telah melihat sejumlah tanda mendapat peringatan dan berhadapan dan situasi tertentu. Tradisi ini dilakukan pada malam hari, ketika musim kemarau, seringnya terjadi kebakaran dengan tujuan menangkal bahaya kebakaran dan memohon keselematan. Dalam tradisi ini, dilakukan prosesi tertentu yang diyakini bisa menjadi semacam perantara wasilah atau berkat penyebab, sehingga kebakaran tidak terjadi. Dimulai dengan pelaksanaan shalat sunnat hajat, diteruskan dengan membaca surah Yaasin, mengarak keliling kampung kitab Shahih Bukhari, melantunkan syair-syair Burdah, membaca Shalawat Kamilah, dan ditutup dengan pembacaan doa tolak bala serta doa keselamatan. Deskripsi nilai keagamaan dan dakwah yang terkandung dalam tradisi Maarak Kitab Bukhari merupakan bukti kuat kemampuan para ulama terdahulu dalam mengakulturasi paham dan prilaku masyarakat Banjar sebelum kedatangan Islam. Sehingga, apabila semula simbol, benda, dan nilai-nilai dalam tradisi tolak bala sarat dengan keyakinan terdahulu, begitu Islam masuk dan berkembang, tradisi tersebut telah bersandarkan dan sarat dengan nilai-nilai keIslaman dan bertransformasi menjadi tradisi Maarak Kitab Bukhari. Jelas apabila Maarak Kitab Bukhari adalah salah satu tradisi yang mencerminkan pertemuan antara Islam dan budaya lokal.

sholawat habib soleh tanggul